Pajak Final

Pengertian Pajak Final

Pajak Final adalah pajak yang terutang dan dibayarkan seketika penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak lain yang ditentukan. Jadi si penerima menerima penghasilan bersih dan hanya berhak menerima bukti potongnya saja.

Ketika dilakukan penghitungan pajak terutang di akhir tahun, penghasilan yang dikenakan pajak final bukan sebagai penambah penghasilan dan pajak final tidak dapat menjadi kredit pajak.

Pajak Final = Pajak selesai dengan pembayaran tersebut

Pertimbangan Pengenaan Pajak Final

Pajak Final

Pemerintah mengenakan pajak final bukan untuk mempersulit wajib pajak dalam menunaikan kewajibannya. Setidaknya ada 5 hal alasan mengapa pemerintah mengenakan pajak final, yaitu :

  • Kesederhanaan Pemotongan
  • Pengurangan Beban Administratif
  • Pemerataan Pengenaan Pajak
  • Dorongan Pengembangan Investasi dan Tabungan
  • Perkembangan Ekonomi dan Moneter

Objek Pajak Yang Dikenakan Pajak Final – Pasal 4 Ayat (2)

  1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  2. Penghasilan berupa hadiah undian;
  3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
  4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
  5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pelaksana Pajak Final

  • Penghasilan dari transaksi penjualan  saham di bursa efek – PP No. 14 Tahun 1997
  • Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan serta diskonto – SBI.PP No. 131 Tahun 2000
  • Penghasilan dari hadiah undian. – PP No. 132 Tahun 2000
  • Penghasilan dari persewaan tanah dan/ atau bangunan.- PP No. 5 Tahun 2002
  • Penghasilan dari pengalihan hak  atas tanah dan/ atau bangunan.  –  PP No. 71 Tahun 2008
  • Penghasilan berupa bunga/ diskonto  obligasi yang dijual di bursa efek.  – PP No. 16 tahun 2009
  • Penghasilan dari usaha jasa konstruksi. – PP No. 40 Tahun 2009
  • Penghasilan dari UMKM – PP no. 23 tahun 2018 ( dengan mencabut PP No.46 tahun 2013)

Pajak Final UMKM

Peraturan Pemerintah tentang UMKM ini masih hangat-hangatnya, sehingga akan kita ulas sedikit lebih dalam. Yuk…

Pengecualian Wajib Pajak UMKM

PP 46 tahun 2013 tidak mengijinkan wajib pajak – wajib pajak berikut untuk menggunakan PP46 2013, yaitu:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
  • Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial
  • Wajib pajak Badan yang dalam satu tahun telah memiliki peredaran usaha lebih dari Rp 4,8M.
  • Bentuk Usaha Tetap.

PP 23 tahun 2018 menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari penggunaan tarif PPh final terbaru adalah:

  • Wajib Pajak yang memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan tarif Pasal 17</a> ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  • Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak rang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
  • Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan atau Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
  • Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Dengan demikian maka PP 23 tidak lagi mengecualikan:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
  • Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial

Dengan dihilangkannya pengecualian terhadap dua jenis wajib pajak tersebut, maka PP 23 memiliki cakupan yang lebih luas terhadap wajib pajak.

Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP Nomor 23 Tahun 2018 termasuk dalam PAJAK FINAL (Pasal 4 ayat 2). Setoran bulanannya bukanlah PPh Pasal 25. Jika penghasilan wajib pajak semata-mata dikenai PPh final, maka tidak wajib PPh Pasal 25.

Penyetoran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan ebilling. Jika sudah dibayar dan memiliki nomor NTPN, Wajib Pajak tidak perlu melaporkannya lagi karena dianggap telah menyampaikan SPT sesuai tanggal validasi NTPN. Penyetoran dimaksud dengan mencantumkan kode pada SSP Akun pajak 411128 kode setoran 420. Penghasilan yang dibayar berdasarkan PP Nomor 23 ini dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final.

Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1) – Pasal 4 Ayat (3)

  1. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/ lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
  2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  3. Warisan;
  4. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
  5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan pajak secara final atau WP dengan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit);
  6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
    • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
    • Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik   daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang   memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah   modal yang disetor;
  8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
  9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
    • Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan   kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan   Peraturan Menteri Keuangan; dan
    • Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK;
  13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
  14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Tinggalkan komentar